Ferry Irwandi: Bukan Sekadar Konten Kreator, Jalan Berbeda Menggebrak Indonesia
Bingkaiberita.com – Tidak banyak konten kreator di Indonesia yang mampu bergerak dari ruang wacana ke aksi nyata. Ferry Irwandi adalah salah satu pengecualian. Di tengah banjir konten hiburan dan opini instan, ia muncul sebagai figur yang sulit dikotakkan: kritis, kontroversial, namun berulang kali menghadirkan dampak konkret.
Awalnya, Ferry mungkin tampak seperti kreator muda pada umumnya. Aktif di media sosial, vokal menyuarakan kritik, dan piawai mengemas isu kompleks dalam format visual yang mudah dicerna. Namun seiring waktu, publik mulai menyadari ada sesuatu yang berbeda. Kritiknya tidak berhenti sebagai konten. Ia menjelma menjadi gerakan.
Perhatian luas datang ketika Ferry bersinggungan dengan institusi besar, termasuk TNI. Alih-alih meredup, namanya justru kian dikenal. Ia lalu menginisiasi penggalangan dana untuk korban bencana di Sumatra—dan dalam waktu satu hari, donasi yang terkumpul menembus Rp10 miliar. Angka yang bukan hanya mengejutkan publik, tetapi juga menantang anggapan lama bahwa solidaritas masyarakat harus selalu bergantung pada jalur birokrasi.
Langkah itu bahkan sempat memicu sindiran dari anggota DPR. Namun justru di situlah posisi Ferry menjadi jelas: ia berdiri di wilayah yang sering kali tidak nyaman bagi elite, tetapi dekat dengan kepercayaan publik.
Yang membuat kisah Ferry semakin menarik adalah latar belakangnya. Ia bukan aktivis dadakan. Ferry Irwandi adalah mantan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kementerian Keuangan. Hampir satu dekade ia mengabdi sebagai videografer dan bagian dari humas, sebelum akhirnya mengambil keputusan besar: mengundurkan diri pada November 2022.
Keputusan tersebut tidak ringan. Status PNS di Indonesia identik dengan stabilitas dan keamanan. Namun Ferry memilih jalan berbeda. Ia meninggalkan zona nyaman untuk fokus penuh di dunia digital dan advokasi sosial—sebuah langkah yang menuntut keberanian, kesiapan mental, dan kemandirian ekonomi.
Sejatinya, dunia konten bukan hal baru baginya. Ferry mulai membuat konten sejak 2010 melalui Dok Vlog, jauh sebelum istilah “content creator” menjadi arus utama. Ia memahami betul kekuatan visual, narasi, dan distribusi—tiga elemen yang kini menjadi fondasi pengaruh digital.
Pasca keluar dari PNS, Ferry membangun kemandirian finansial dari berbagai sumber: YouTube, kerja sama brand, penjualan merchandise, hingga bisnis edukasi melalui Malaka Project. Estimasi pendapatan dari YouTube saja disebut mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah per bulan. Kemandirian ini memberi satu hal yang krusial: kebebasan berpikir dan bersuara tanpa beban struktural.
Namun yang membedakan Ferry bukan sekadar keberanian berbicara, melainkan kemampuannya merumuskan solusi. Terbaru, ia kembali menyita perhatian publik lewat gagasan sederhana namun berdampak: hasil panen cabai petani Bener Meriah diangkut ke Jakarta menggunakan pesawat yang membawa bantuan bencana. Solusi ini menyentuh dua persoalan sekaligus—penanganan bencana dan penyelamatan ekonomi petani.
Ide tersebut tidak lahir dari meja rapat atau dokumen kebijakan. Ia lahir dari empati, observasi lapangan, dan keberanian berpikir lintas sektor. Dalam konteks inilah Ferry Irwandi menjadi fenomena: seorang kreator yang tidak berhenti pada kritik, tetapi berani menguji gagasannya di dunia nyata.
Tentu, Ferry bukan figur tanpa kontroversi. Kritiknya kerap tajam, posisinya sering mengganggu kenyamanan. Namun dalam iklim sosial yang dipenuhi pencitraan dan retorika, kontroversi kerap menjadi konsekuensi dari kejujuran.
Pada 16 Desember 2025, Ferry Irwandi genap berusia 34 tahun. Usia yang relatif muda, namun jejaknya sudah meninggalkan pengaruh nyata. Di tengah krisis kepercayaan publik dan minimnya teladan, Indonesia membutuhkan lebih banyak figur yang berani berpikir orisinal, bersikap independen, dan bertindak konkret.
Ferry Irwandi mungkin tidak sempurna. Tetapi di era ini, ia membuktikan satu hal penting: perubahan tidak selalu datang dari jabatan, melainkan dari keberanian untuk bertindak.
Awalnya, banyak orang mengira Ferry Irwandi hanyalah satu dari sekian banyak konten kreator muda di media sosial. Gayanya lugas, kritiknya tajam, dan keberaniannya kerap menabrak batas yang jarang disentuh kreator lain. Namun semakin lama mengikuti jejaknya, semakin jelas bahwa ada sesuatu yang berbeda dari sosok Ferry Irwandi.
Dari Kritik ke Aksi: 10 Miliar dalam Sehari
Momentum besar datang ketika Ferry berhasil menginisiasi penggalangan dana korban bencana di Sumatra yang menembus angka Rp10 miliar hanya dalam satu hari. Capaian ini bukan hanya mencengangkan publik, tetapi juga menggeser paradigma lama: bahwa solidaritas rakyat, jika dikelola dengan kepercayaan dan transparansi, bisa bergerak jauh lebih cepat daripada birokrasi.
Langkah tersebut bahkan sempat mengundang sindiran dari anggota DPR. Namun justru di situlah posisi Ferry menjadi jelas—ia berdiri di titik yang sering kali tidak nyaman bagi elite, tetapi dekat dengan nurani publik.
Latar Belakang yang Tidak Biasa
Yang membuat Ferry Irwandi semakin menarik adalah latar belakangnya. Ia bukan aktivis dadakan. Ferry adalah mantan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kementerian Keuangan, mengabdi hampir 10 tahun sebagai videografer dan bagian dari humas. Ia mengundurkan diri pada November 2022, sebuah keputusan besar yang tidak banyak orang berani ambil, demi fokus di dunia digital dan advokasi sosial.
Jauh sebelum dikenal luas, Ferry sudah membuat konten sejak 2010 melalui Dok Vlog. Ia memahami kekuatan visual, narasi, dan distribusi—tiga elemen penting dalam membangun pengaruh di era digital.
Mandiri Secara Finansial, Merdeka Secara Pikiran
Setelah keluar dari PNS, Ferry membuktikan bahwa independensi bukan sekadar slogan. Pendapatannya berasal dari berbagai sumber digital: YouTube, endorsement, merchandise, hingga bisnis edukasi Malaka Project. Estimasi pendapatan dari YouTube saja disebut bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah per bulan.
Kemandirian finansial ini memberi satu hal yang langka: kebebasan bersuara. Ferry tidak bergantung pada jabatan, sponsor tunggal, atau kekuasaan tertentu. Ia berdiri dengan risiko dan konsekuensi pilihannya sendiri.
Ide Brilian di Tengah Bencana
Terbaru, Ferry kembali menggebrak hati publik. Ia menggagas ide sederhana namun berdampak besar: hasil panen cabai warga Bener Meriah diangkut ke Jakarta menggunakan pesawat yang membawa bantuan ke lokasi bencana. Solusi ini tidak hanya membantu korban bencana, tetapi juga menyelamatkan ekonomi petani dari kerugian.
Ide semacam ini tidak lahir dari ruang rapat, tetapi dari empati dan keberanian berpikir lintas sekat. Ide yang mungkin hanya bisa dicetuskan oleh mereka yang benar-benar turun, mendengar, dan peduli.
Bukan Tanpa Kontroversi, Tapi Penuh Dampak
Ferry Irwandi adalah figur yang kontroversial. Namun dalam iklim sosial hari ini, kontroversi sering kali menjadi harga dari keberanian. Ia tidak selalu menyenangkan semua pihak, tetapi ia konsisten memperjuangkan gagasannya.
Dan mungkin di situlah letak perbedaannya: Ferry tidak sekadar berbicara tentang perubahan—ia mengujinya di lapangan.
Indonesia Membutuhkan Lebih Banyak Ferry
Pada 16 Desember 2025, Ferry Irwandi genap berusia 34 tahun. Usia yang relatif muda, namun jejaknya sudah meninggalkan dampak nyata. Di tengah krisis kepercayaan, banjir pencitraan, dan minimnya teladan, Indonesia membutuhkan lebih banyak figur yang berani berpikir orisinal dan bertindak konkret.
Iam a master of education from one of the state universities in Yogyakarta, has a writers and travelling hobby in wordpress or blogger platform, I Have stayed at Raja Ampat and Yogyakarta City, You can Connect Me in Bingkai Berita| Belajar Internet|Travel and Kuliner