Tarif Kereta Api Cepat Indonesia

Siapa Mikir: Strategi Penyelesaian Utang Kereta Cepat WHOOSH Tanpa Ganggu APBN

Bingkaiberita.com – Bagaimana cara menyelesaikan utang proyek Kereta Cepat WHOOSH tanpa membebani APBN? Simak analisis dan skenario keuangan ala Dahlan Iskan yang mengulas strategi restrukturisasi hingga diplomasi utang internasional.

Pendahuluan: Dari Janji ke Realita

Kereta cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh kembali jadi sorotan publik. Proyek kebanggaan nasional ini dituduh mengalami markup dan kini menghadapi tantangan besar: utang yang menumpuk dan bunga yang kian berat.
Tulisan Dahlan Iskan berjudul “Siapa Mikir” menyoroti satu hal penting — siapa yang bertanggung jawab mencari jalan keluar?

Bukan Sekadar Janji, Tapi Program yang Berubah

Awalnya, proyek Whoosh dijanjikan tidak akan memakai dana APBN karena berlabel Business to Business (B2B). Namun realitas menunjukkan, pihak yang terlibat adalah BUMN — perusahaan milik negara yang pada akhirnya juga menyangkut risiko fiskal.

Dahlan menekankan bahwa perbedaan antara “janji” dan “program” penting. Janji bisa gagal, tetapi program selalu tunduk pada asumsi ekonomi — harga tanah, nilai tukar, biaya konstruksi — yang bisa berubah di tengah jalan.

Purbaya dan Danantara: Siapa yang Harus “Mikir”?

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memberi sinyal bahwa pemerintah tidak akan membayar bunga utang Whoosh lewat APBN. Ia menyindir bahwa lembaga pengelola dana negara seperti Danantara Indonesia harus mencari solusi kreatif.

Purbaya seolah berkata: “Danantara dong yang mikir, masa saya?” — menegaskan bahwa tanggung jawab keuangan negara tidak bisa serta-merta dilempar ke kas publik.

Restrukturisasi: Jalan Tengah yang Masuk Akal

Menurut Dahlan, salah satu opsi paling realistis untuk mengatasi beban utang proyek Whoosh adalah restrukturisasi pinjaman.
Berikut tiga langkah strateginya:

  1. Perpanjangan tenor utang
    Dari 15 tahun menjadi 50 tahun, untuk menurunkan tekanan cicilan tahunan.

  2. Rekalkulasi bunga dan pokok
    Bunga yang tertunggak dijadikan bagian dari pokok utang baru, dengan suku bunga lebih rendah.

  3. Masa grace period (penundaan bayar)
    Selama 5 tahun pertama, proyek tidak perlu membayar bunga dan cicilan, sehingga arus kas bisa stabil.

Langkah ini bukan ide baru. Dahlan mencontohkan bagaimana Grup Sinar Mas berhasil keluar dari krisis utang Rp120 triliun tanpa kehilangan aset utama. Dengan strategi negosiasi tajam dan leverage posisi tawar, mereka akhirnya bisa pulih dan melunasi seluruh utang.

Belajar dari Sinar Mas dan Garuda Indonesia

Kasus Garuda Indonesia juga memberikan pelajaran penting. Maskapai pelat merah itu sempat berhasil mendapatkan restrukturisasi ringan, namun gagal tuntas karena lemahnya efisiensi operasional.
Dari dua contoh besar ini, pelajaran untuk Danantara dan proyek Whoosh jelas:
➡️ Restrukturisasi utang harus diikuti dengan efisiensi bisnis dan manajemen profesional.

Bisakah Whoosh Negosiasi Keras seperti Sinar Mas?

Untuk bisa gebrak meja di hadapan kreditor asing, dibutuhkan posisi tawar dan integritas negosiator.
Jika ditemukan indikasi ketidakwajaran dalam kontrak atau pengadaan, hal itu bisa dijadikan bargaining chip dalam perundingan.
Seperti kata Dahlan, yang kini berkuasa tidak terlibat langsung dalam proyek awal, sehingga bisa melakukan negosiasi tegas tanpa konflik kepentingan.

10 Tahun Ke Depan: Momentum Evaluasi dan Balik Modal

Pernyataan CIO Danantara Pandu Sjahrir bahwa kinerja Danantara akan terlihat dalam “10 tahun lagi” sejalan dengan pandangan Dahlan Iskan.
Proyek infrastruktur berskala besar seperti Whoosh tidak bisa dinilai secara tahunan. Butuh waktu satu dekade atau lebih untuk melihat apakah investasi ini akan memberi manfaat ekonomi — dari peningkatan mobilitas, pariwisata, hingga green economy.

Kesimpulan: Bukan Siapa yang Salah, Tapi Siapa yang Mikir

Dalam polemik panjang soal proyek Whoosh, publik sering terjebak pada narasi siapa salah, siapa janji palsu. Padahal, fokusnya seharusnya adalah: siapa yang benar-benar berpikir mencari solusi?

Kalimat pamungkas Dahlan Iskan menutup dengan tepat:

“Sudah mau menerima jabatan, harus mau pula mikir.”

📌 FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)

1. Apakah proyek kereta cepat Whoosh mengalami markup?
Belum ada bukti resmi soal markup. Tuduhan hanya berdasar pada perbandingan harga proyek serupa di Tiongkok tanpa memperhitungkan perbedaan kondisi geografis dan ekonomi Indonesia.

2. Mengapa proyek Whoosh tetap menggunakan dana negara?
Karena skemanya melibatkan BUMN, yang meski bersifat B2B, tetap memiliki keterkaitan dengan keuangan negara.

3. Apa itu restrukturisasi utang?
Restrukturisasi adalah proses penyesuaian ulang syarat pinjaman, termasuk tenor, bunga, dan jadwal pembayaran agar lebih sesuai dengan kemampuan debitur.

4. Apakah proyek Whoosh bisa balik modal?
Berdasarkan proyeksi Danantara, hasil ekonomi dan sosial proyek ini baru bisa diukur setelah 10 tahun, bukan dalam jangka pendek.

5. Apakah restrukturisasi utang berisiko bagi negara?
Tidak, jika dilakukan dengan strategi negosiasi yang tepat dan tanpa melibatkan dana APBN secara langsung.

Referensi

  • Dahlan Iskan, “Siapa Mikir”, Disway.id (2025)

  • Wawancara Pandu Sjahrir dalam 1 Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran (16 Oktober 2025)

  • Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025 tentang Pengolahan Sampah Menjadi Energi Terbarukan

Topik Nugroho, M.Pd.

Iam a master of education from one of the state universities in Yogyakarta, has a writers and travelling hobby in wordpress or blogger platform, I Have stayed at Raja Ampat and Yogyakarta City, You can Connect Me in Bingkai Berita| Belajar Internet|Travel and Kuliner

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.