Kontroversi Penetapan Hari Raya Idul Adha TA 2023-2024 / 1444 H Muhammadiyah Vs Pemerintah

Bingkaiberita.com– Kontroversi penetapan hari raya Idul Adha berbeda -beda  ada yang menjalankan ibadah sholat ied  ,  Perbedaan keyakinan  adalah sebagai salah satu bentuk  keyakinan dalam berpendapat dan pemikiran, karena perbedaan itu adalah sebuah rahmat. Meskipun Indonesia mempunyai banyak golongan namun  mereka juga menjalankan ibadah hari raya Idul Adha sesuai dengan keyakinan mereka dan tuntunan mereka masing -masing.

Pemerintah menetapkan Hari Raya Idul Adha  1444  Hijriyah berdasarkan atas ahli pakar astronomi yang mensyaratkan akan terjadinya faktor hilal  dua dengan persyartan dan  ketentuannya, mereka lebih mengutamakan Hisab dari pada wujud hilal yang dipersyaratkan.  untuk persyaratan yang diberlakukan oleh Pemerintah terkait dengan Imkanur rukyat Kementrian Agama Republik Indonesia yaitu dengan mensyaratkan

– Tinggi bulan harus melebihi atau sama dengan 2 drajat. Jika seandainya tinggi bulan kurang dari dua drajat maka belum syah yang diukur ketika penetapan awal bulan.

–  Elongasi Bulan Harus melebihi atau sama dengan 3 drajat. Apabila kurang dari 3 drajat maka Hari raya Idul Adha tidak syah  yang diukur pada waktu penetapan awal bulan, jarak antara matahari dan bulan

–  Umur Jam Harus lebih dari  atau sama dengan 8 jam. Jika seandainya  kurang dari  8 jam maka tidak akan ditetapkan awal bulan.

Untuk Imaknur Rukyat yang terjadi di Yogyakarta Bahwa  pada tanggal 13 September 2015 yang lalu untuk pemerintah belum memutuskan untuk awal bulan karena  tinggi bulan, elongasi bulan, umur jam yang tidak mencapai standard hisab oleh ketentuan standar pemerintah. Didapat hasil dari Imkanur rukyat pada tanggal 23 September 2015 sebagai berikut.

Ijtima’= Matahari + Bumi dan Bulan dalam titik yang sejajar terjadi pada pukul 13: 16 WIB

Terbenam Matahari tertanggal 13 September 2015  pada pukul 17:35:30 WIB dan Terbenamnya bulan pada pukul 17:38:20 WIB dan hasil yang didapat dari tinggi bulan  ketika terbenam  dari jarak matahari yang sudah terbenam didapat hasil.

Tinggi Bulan:  0  drajat 30′ 04″

Elongasi Bulan +2 drjat  29 drajat 30

Umur jam dari Proses Ijtima’  ke tenggalamya Matahari selang waktu hanya 04 jam 19 Menit

Untuk Kriteria yang digunakan Oleh Muhammadiyah tidak seperti dengan Pemerintah yang  menggunakan persyaratan Imaknur Rukyat dengan metode Hisab para Astronomi.  Apabila sudah terjadi wujud Hilal meskipu hanya setengah drajatpun Muhammadiyah tetap melaksanakan bahwa tanggal 3 September 2016 adalah awal bulan Dzulhijah 1437Hijriyah.

Tidak dapat dipungkirin bahwa munculnya bulan dan matahari ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang sehingga harus menggunakan teleskop sesuai dengan ilmu Astronomi, Selain itu juga bahwasannya  hal-hal yang menyangkut hari raya sering berbeda karena masalah waktu terbenam, antara di Makkah dan indonesia waktu Indonesia barat memiliki ketidak samaan waktu selama 4 jam apalagi untuk waktu Indonesia timur yang ditambah dengan 2 jam boleh jadi terbenamnya matahari juga berbeda sehingga perhitungan hisabpun akan berbeda jauh dengan yang berada di Makkah atau disejumlah belahan dunia manapun,

Dengan sikap dan tindakan yang berbeda ini jangan menjadi perpecahan belat antara umat, karena soal waktu dan pelaksanaan semoga dengan amalan dan keyakinan kita masing-masing dapat menjadi ibadah kita yang lebih baik lagi.

Mungkin perbedaan dan kontroversi inilah yang membuat mereka secara tidak sadar Hari Raya Idul Adha dan Idul Fitri terjadi dua kali karena masalah perbedaan.  Itulah Kontroversi Penetapan Hari Raya Idul Adha Muhammadiyah Vs Pemerintah .

Kontroversi Penetapan Hari Raya Idul Adha TA 2023-2024 / 1444 H Muhammadiyah Vs Pemerintah | Topik Nugroho, M.Pd. | 4.5